Mommies Daily – Elham Yahya, Pendakwah Viral yang Perilakunya Dikecam.
5 mins read

Mommies Daily – Elham Yahya, Pendakwah Viral yang Perilakunya Dikecam.

Ketika Elham Yahya,pendakwah yang videonya mencium anak perempuan kecil viral, banyak yang kemudian mengecam. Ini yang perlu orang tua sikapi.

Tahukah Mommies mengenai video viral tentang seorang pendakwah, bernama Elham Yahya, menciumi anak-anak perempuan kecil, bahkan di video tersebut (mohon maaf) mulutnya seakan menyedot pipi anak perempuan tersebut? Ada pula dalam salah satu rekaman, ia membujuk seorang anak yang menolak dicium agar mau dicium. 

Beberapa orang menilai ini sebagai bentuk kegemasan orangtua terhadap seorang anak. Tapi bukankah bentuk kegemasan yang seperti itu layaknya hanya boleh dilakukan antara orangtua dengan anak kandungnya? Kita saja, yang dekat dengan anak sahabat kita, rasanya melakukan kontak fisik berlebihan bisa menimbulkan ketidaknyamanan, baik itu yang dirasakan anak maupun orangtuanya. Apalah lagi ini, mencium sampai dikelamut.

Baca juga: Kasus Pelecehan Seksual Pada Anak Remaja di Bekasi. Pelakunya Keluarga Terdekat

Mencium anak dalam perspektif hukum 

Di dalam perspektif hukum dan perlindungan anak di Indonesia,  terdapat Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak yang pasal-pasalnya menjelaskan bahwa setiap orang dilarang melakukan kekerasan atau pelecehan terhadap anak, baik secara fisik maupun nonfisik, termasuk tindakan yang dapat mengganggu rasa aman dan martabat anak. tindakan seperti mencium anak kecil tanpa izin dapat dikaji melalui. Ini termasuk orangtuanya sendiri, lho.

Walaupun perilaku ciuman tersebut tampak seperti bentuk kasih sayang, namun bila dilakukan tanpa persetujuan orangtua dan tanpa pemahaman anak yang memadai, maka hal itu dapat dikategorikan sebagai pelanggaran terhadap hak anak atas perlindungan diri dan tubuhnya sendiri.

Jadi Mommies bisa menilai sendiri, ya, perilaku mencium dari pendakwah tersebut terhadap anak-anak perempuan masuk kategori mana?

Dalam pandangan psikologi

Setiap bentuk kontak fisik yang tidak diinginkan atau tidak dipahami oleh anak bisa berdampak pada rasa aman dan konsep diri anak terhadap tubuhnya. Anak di usia balita belum bisa memahami konteks sosial atau niat di balik sentuhan orang dewasa. Oleh karena itu, banyak lembaga seperti KPAI, UNICEF, dan Komnas Perempuan menegaskan pentingnya aturan “no touch without consent”, bahkan untuk interaksi yang dianggap “sayang” atau “kasih sayang” sekalipun. 

Secara teori, pelecehan seksual tidak selalu harus bermuatan hasrat seksual yang eksplisit. Teori pelanggaran batas tubuh (body boundary theory) dalam psikologi perkembangan anak menjelaskan bahwa setiap tindakan fisik yang membuat anak merasa tidak nyaman, bingung, atau kehilangan kendali atas tubuhnya, termasuk ciuman, sentuhan, atau pelukan yang tidak diinginkan, dapat dianggap melanggar batas personal.

Anak pada usia balita belum mampu memahami perbedaan antara “kasih sayang tulus” dan “perilaku yang tidak pantas”, sehingga tanggung jawab penuh ada pada orang dewasa untuk memastikan interaksi berlangsung aman dan sesuai konteks.

Mencium anak yang bukan mahram dalam pandangan tokoh agama

Dilansir dari akun instagram resminya, Nadirsyah Hosen seorang tokoh ulama yang akrab disapa Gus Nadir ini meminta orangtua menjaga kehormatan anak. Karena itu adalah bentuk tanggung jawab setiap orang tua, yang kelak pasti akan diperhitungkan di akhirat

Pengajar di Fakultas Hukum, Monash University sejak 2015 ini juga meminta kepada tokoh publik seperti Gus yang viral, untuk berhenti dan bercermin. Karena tindakan menciumi anak kecil berulang kali bukanlah bentuk kasih sayang, tapi pelanggaran etika, adab, dan potensi pelecehan.

Beliau sendiri juga mengatakan bahwa perilaku semacam itu bisa dikategorikan sebagai grooming behaviour, sebuah upaya yang ditengarai membangun kedekatan dengan anak untuk menormalisasi kontak fisik yang tidak pantas. Ini merupakan hal yang berbahaya, baik bagi anak maupun bagi masyarakat yang menonton dan menirunya.

Kita sendiri sebagai publik, merasa bahwa seorang tokoh agama atau figur publik seharusnya memiliki tanggung jawab moral yang lebih besar dalam menunjukkan perilaku yang aman, menghormati privasi, dan membangun kesadaran tentang perlindungan anak. 

Ketika kemudian perilaku pendakwah tersebut menuai kecaman dari masyarakat, sangatlah wajar. Kita sebagai manusia, terlebih lagi sebagai seorang ibu tentu merasa kecaman-kecaman terhadap tindakan seperti ini lebih mengarah pada upaya menjaga standar etika dan perlindungan anak, bukan semata-mata serangan terhadap individu.

Bagaimanapun anak-anak adalah amanah yang harus dilindungi. Meminjam istilah Gus Nadir, pendidikan perlindungan anak harus dimulai dari kesadaran kita sendiri, bahwa setiap bentuk pelecehan, sekecil apa pun, tidak boleh diberi ruang di rumah, sekolah, ataupun panggung keagamaan.

Untuk itu, mari kita para orangtua dan pendidik, kembali lagi mengingat bahwa batas tubuh anak adalah suci dan harus dihormati. Tugas kita bukan hanya melindungi, tapi juga mendidik anak agar berani berkata “tidak” ketika merasa tidak nyaman, bahkan kepada figur yang dihormati.

Cover photo by Freepik


News
Berita
News Flash
Blog
Technology
Sports
Sport
Football
Tips
Finance
Berita Terkini
Berita Terbaru
Berita Kekinian
News
Berita Terkini
Olahraga
Pasang Internet Myrepublic
Jasa Import China
Jasa Import Door to Door

Download Film

Gaming center adalah sebuah tempat atau fasilitas yang menyediakan berbagai perangkat dan layanan untuk bermain video game, baik di PC, konsol, maupun mesin arcade. Gaming center ini bisa dikunjungi oleh siapa saja yang ingin bermain game secara individu atau bersama teman-teman. Beberapa gaming center juga sering digunakan sebagai lokasi turnamen game atau esports.